Hujan sedang turun saat saya
menuliskan ini, memang benar bahwa hujan selalu punya caranya sendiri untuk
menghipnotis pikiran. Buktinya, saat ini pikiran saya sedang melayang jauh
melompati waktu. Pikiran saya tertegun pada masa dimana gelak tawa menghiasi
udara yang panasnya sungguh luar biasa. Panas yang menyengat namun tawa ada
dimana-mana, saya heran ini sebenarnya apa? Akh, ternyata ini saat Kemenkeu
Mengajar 2 Tebing Tinggi. Saya tersenyum dan tangan saya refleks memegang kedua
pipi berusaha menahan airmata yang ingin tumpah. Bahagia dan haru yang
bercampur menjadi satu, entah bagaimana cara yang tepat untuk menuliskannya.
Pikiran saya melayang menjelajahi setiap jejak yang memenuhi masa itu. Saya
tertegun melihat jejak-jejak itu, apakah itu jejak milik saya? “Ternyata benar,”
seru saya dalam hati. Saya mencoba mengumpulkan jejak-jejak itu dan menelitinya
seksama. Bagai sebuah film yang diputar ulang, jejak itu mulai membawa saya
melihat masa demi masa.
Jejak yang pertama membawa saya melihat
ke masa ketika awal Kemenkeu Mengajar 2 Tebing Tinggi terbentuk. Seorang yang
muda dan kurang berpengalaman seperti saya, namun didaulat menjadi Koordinator
Kota dengan setumpuk tugas dan tanggung jawab. Ada begitu banyak tangan yang
terulur membantu, bahkan dari mereka yang lebih berpengalaman dan memiliki
jabatan jauh diatas saya. Ide-ide yang tercetus disambut hangat dan kesediaan
membuka jalan ketika kebuntuan menghadang. Sungguh mereka tak memandang rendah
saya karena saya muda, terima kasih.
Jejak yang kedua kemudian memutar
kisahnya, mengingatkan saya betapa bekerja sama itu begitu indah. Teman dan
sahabat yang selalu siap sedia menyumbangkan tenaga, pikiran bahkan waktunya
untuk memastikan segala sesuatunya berjalan lancar. Tidak ada rasa curiga
karena saling memahami bahwa seluruhnya dikerjakan demi kebaikan yang besar. Sungguh,
tidak mungkin Kemenkeu Mengajar 2 Tebing Tinggi akan sukses jika bukan karena sentuhan
tangan mereka, terima kasih.
Saya kembali dibawa melintasi waktu
dan jejak ketiga mulai berkisah. Derai airmata, ketakutan dan rasa putus asa
tampak menyelubungi saya pada saat itu. Penatnya pekerjaan dan tekanan
kebutuhan dari berbagai pihak membuat saya stress. Waktu rasanya begitu cepat
berputar seakan tak ingin kalah cepat dari pikiran saya yang selalu berlari
kesana-kemari memikirkan semuanya. Bagi saya seluruh tugas dan tanggung jawab
harus dilaksanakan dengan sepenuh hati, meski penat dan lelah mulai
menggerayangi. Terkadang ingin rasanya membelah diri agar bisa lebih maksimal
mengerjakan semuanya, namun saya merasa jadi seram jika hal itu terjadi
(membelah diri.red). Sungguh jika bukan karena dukungan lembut dan sandaran
kokoh dari kekasih hati maka tidak mungkin saya bisa melalui masa itu, terima
kasih suamiku.
Kemudian jejak keempat muncul, ia juga
ingin mengisahkan sesuatu. Ia berkisah bagaimana saya belajar bahwa tidak semua
orang akan berjalan berdampingan dengan kita. Akan ada mereka yang berjalan
berdampingan dekat dengan kita, ada juga yang berjauhan meski masih sejalan dan
ada juga yang berlawanan arah dengan kita. Semuanya tentu agar bumi ini
seimbang. Kegiatan ini baik, sangat baik malah, namun tentu tidak semua pihak
bisa menerimanya. Terkadang ada respon yang mengejutkan, tapi tidak jadi menyurutkan
semangat berbagi kebaikan justru semakin membuat semangat membara. Mengapa?
Sebab tidak semua pribadi mendapat kesempatan untuk berbagi dan jika kita
mendapat kesempatan itu maka ambil dan jalankanlah. Sungguh penyemangat itu
bisa datang dari mana saja, bahkan dari yang berbeda dari kita. Terima kasih
teman.
Jejak kelima menarik saya, ia juga
ingin berkisah. Ia menunjukkan saat senyum sumringah menghiasi wajah relawan
pagi itu. Iya, hari Mengajar itu telah tiba. Saya melihat pancaran kebahagiaan di
wajah para relawan yang bahkan mampu mengalahkan hangatnya mentari pagi. Hati
saya menghangat dan pelupuk mata saya mulai memberat. Akh, seperti inikah masa
kecil saya dulu? Bongkahan rindu menyeruak relung saya, memutar kembali
kenangan masa kecil, masa-masa Sekolah Dasar. Saya pikir seluruh relawan juga
merasakan hal yang sama. Kenangan masa kecil pasti sedang memenuhi benak mereka
saat ini. Bahkan ketika keringat mulai bercucuran, tidak melunturkan wajah
bahagia mereka. Gelak tawa adik-adik pun memenuhi setiap ruang di sekolah,
bermain dan belajar bersama dengan kakak dan abang yang baru mereka kenal namun
begitu berkesan. Terima kasih kalian semua sungguh luar biasa.
Saya terduduk menatap pemandangan
manis itu seraya menunggu mungkin ada jejak berikutnya. Akan tetapi, ternyata semua
jejak sudah terkumpul dalam genggaman saya dan kemudian saya menyadari sesuatu.
Dari begitu banyak jejak yang saya kumpulkan, sepertinya itu semua bukan jejak
yang saya buat. Padahal pada awalnya saya ingin sekali meninggalkan jejak yang
akan diingat dan berkesan bukan hanya bagi diri saya, tapi juga bagi relawan
dan adik-adik. Kini saya malah merasa bahwa bukan saya yang menjejak disana,
tapi mereka semua yang menjejak. Seperti ketika kita ingin memberi, namun malah
diberi begitulah yang saya rasakan ketika mengingat semua ini. Kemenkeu
Mengajar 2 meninggalkan begitu banyak jejak bagi saya yang mengajarkan banyak
hal dan memberi banyak kenangan. Sama seperti hujan yang rintiknya menjejak di
tanah, begitu juga dengan Kemenkeu Mengajar 2, ia menjejak di hati saya dengan
caranya yang tidak terduga. Bagaimana dengan kamu?
0 comments:
Post a Comment