Sunday, December 10, 2017

Bandaramu

Di bandaralah semua kisah bertemu, ntah itu bahagia maupun duka. Aku merasakan semua hal itu. Pernah bahagia karena melalui bandara ini aku akan bertemu dengan keluarga, sahabat dan teman. Pernah penuh harap karena bandara ini menjadi jalur penghubung cita dan mungkin juga cintaku. Pernah juga bandara ini menjadi saksi derai airmata yang berusaha kutahan. Kini ia menjadi terowongan waktu yang menampilkan begitu banyak hal yang sudah dilihatnya.

Aku menatap sekitar dengan rasa kesal yang membuncah. Pesawat yang akan aku tumpangi mengalami keterlambatan sekitar 60 menit dari yang seharusnya, setidaknya itu yang disampaikan saat aku bertanya ke bagian customer service. Salahku juga karena memilih kakak sepupu dari maskapai yang hobby-nya delay ini, padahal biasanya enggan milih maskapai ini meski dengan fasilitas yang mirip dengan maskapai senior. Akhirnya, terdamparlah aku di waiting room yang penuh dengan makhluk penghisap oksigen lengkap dengan air muka dan gerak tubuh yang beraneka.
Seorang pria yang sudah tidak terlalu muda lagi, mungkin sekitar 35 tahun, duduk tenang dengan gadget yang terhubung dengan charging box, sepertinya dunia akan baik-baik saja selama baterai gadget-nya terisi penuh. Seorang pria dewasa berusia sekitar 48 tahun sibuk berjalan kesana kemari, aku pikir karena gelisah menunggu waktu keberangkatan yang tak kunjung tiba, namun ternyata ada earphone yang melekat di salah satu telinganya. Tampaknya ia sedang sibuk berbicara dengan seseorang diseberang sana.
Aku melihat ke sebelah kananku, ada sepasang suami istri yang sudah separuh baya sedang mengobrol dengan santai. Tampaknya usia sudah mengajarkan mereka banyak hal tentang ketidakpastian di dunia ini. Setidaknya pemandangan ini sedikit menentramkan hatiku yang kesal dan gelisah.
Di pojok ruangan ini aku melihat sepasang suami istri yang masih muda sedang sibuk bekerja sama menenangkan anak mereka yang masih balita. Mungkin sang anak mulai bosan berada di ruangan dimana dia tak bisa bebas bermain atau mungkin dia rindu rumahnya. Yah, bandara juga penuh dengan rasa rindu kan?

Aku kembali menilik sekitar, betapa aku makin memahami apa itu kesunyian dalam keramaian. Meski kupikir terkadang rasa sunyi itu perlu agar kita punya waktu untuk merenung, bukan melamun ya hahahaaa.. Seperti bandara ini, selalu menjadi tempat bagiku untuk bersedekap dan merenung. Mungkin karena terbiasa bepergian sendiri sehingga terbiasa pula hanyut dalam pikiran sendiri. Bandara selalu punya caranya sendiri untuk mengalihkanku dari hiruk pikuk dunia dan menyedotku masuk dalam terowongan mimpi. Mimpiku. Bandara selalu mengajakku mengukur sudah seberapa dekat langkahku dengan mimpiku. Dan...


Langkahku masih jauh..


Soeta, 251117

0 comments:

Hello world.. ^__^

Hello world.. ^__^

Advertising

Advertising

Labels

About Me

My Photo
Perfect Melancholic - Strong Choleric - Pluviophile

Entri Populer